Kamis, 13 Agustus 2009

Aku suka yang tua

Seutas benang halus menjulur dari balik rangkaian lentik sang jemari. Selembar kain hitam tergeletak disudut rumah. Seorang anak mencoba merengek meminta sang ibu menggendongnya. Semua hanya sisi hidup yang terisi oleh sesuatu yang terasa sangat simpel dan berjalan apa adanya. Bagi ku semua bercerita banyak tentang keadaan yang yang membayangi sisi hidup manusia yang ada disana. Berjalan dengan karya, bersatu dengan alam dan coba untuk mengerti hidup adalah suatu yang harus diperjuangkan. Begitu pula dengan sang waktu yang bergerak cepat mengasah naluri mereka yang mau berjalan berdampingan dengannya. Sepasang kaki melangkah lambat disisi jalan itu, dia menerawang seperti menyesali sang waktu. Dengan wajah kusam penuh kerut wanita tua itu seakan telah sarat dengan sakitnya sebuah luka. Seikat daun ubi digenggamnya menuju rumah tua diujung desa itu. Senja semakin merah dengan sedikit cahaya sang surya yang ada.

Kala semua terlihat wujudnya, ketika waktu membuktikan bahwa ada satu kesalahan yang tidak bisa lagi diperbaiki, disana manusia pasrah akan wewenang alam dibalik keagungan angkuh mereka dimasa lalu. Seperti lampu kecil yang mulai dinyalakan situa ini. Samar tapi masih bisa menyinari sedikit sisi pondok kecil itu. Aku adalah sisa dari mimpi para sesal untuk waktu yang telah terjadi. Aku adalah sesuatu yang tak pernah akan menjadi sebuah awal dan akhir. Suramnya cahaya ruangan itu menyibak sedikit gelam dihati wanita tua ini. Kesendiriannya dalam gubuk yang sarat dengan cerita masa lalu itu menguak detik demi detik perjalanan hidupnya.
Minangkabau sebuah nagari yang dikabarkan berasal dari puncak gunung berapi mempunyai aturan yang tegas akan adat dan tata hidup manusia yang ada didalamnya. Aturan agama yang dianut membentuk manusia-manusia yang mengerti adat dan membentuk sebuah tren hidup yang dikenal dengan “urang awak”. Dari keseharian masa lalu sebuah kerajaan Pagaruyung, hadir gelar-gelar besar yang tersebut hingga kini. Seiring dengan sisa usia dari bumi ini kita juga bisa melihat hancurnya kejayaan kerajaan ini, disetiap sudut nagari dapt ditemui rumah gadang tua yang ditinggal penghuninya mulai keropos dimakan waktu. Tidak adanya para penjaga sejarah ini juga membawa dampak besar terhadap hilangnya sisa-sisa kejayaan negeri yang disebut Minangkabau ini.

Tidak ada komentar:

Posting Komentar